Rabu, 23 Maret 2016

cara merawat ikan sumatra

 Ikan yang berukuran kecil, dengan panjang total (beserta ekor) mencapai 70mm. Tubuh berwarna kekuningan dengan empat pita tegak berwarna gelap; pita yang pertama melewati mata dan yang terakhir pada pangkal ekor. Gurat sisi tak sempurna, 22-25 buah dengan hanya 8-9 sisik terdepan yang berpori. Batang ekor dikelilingi 12 sisik. Tinggi tubuh sekitar setengah kali panjang stkamur (tanpa ekor).[1]
Sekitar mulutnya, sirip perut dan ekor berwarna kemerahan. Sirip punggung dan sirip dubur berwarna hitam, namun warna hitam pada sirip punggung dibatasi oleh garis merah.[2] Jenis yang diperdagangkan, selain yang berwarna kekuningan,
ada pula individu yang kemerahan, kehijauan dan albino. Jenis yang berwarna kehijauan, yang sebetulnya adalah gejala melanisme pada ikan sumatra, dan yang berwarna albino merupakan hasil dari pembiakan selektif dalam penangkaran untuk meningkatkan nilai jual ikan ini.
Habitat dan penyebaran
Ikan yang berukuran kecil, dengan panjang total (beserta ekor) mencapai 70mm. Tubuh berwarna kekuningan dengan empat pita tegak berwarna gelap; pita yang pertama melewati mata dan yang terakhir pada pangkal ekor. Gurat sisi tak sempurna, 22-25 buah dengan hanya 8-9 sisik terdepan yang berpori. Batang ekor dikelilingi 12 sisik. Tinggi tubuh sekitar setengah kali panjang stkamur (tanpa ekor).[1]
Sekitar mulutnya, sirip perut dan ekor berwarna kemerahan. Sirip punggung dan sirip dubur berwarna hitam, namun warna hitam pada sirip punggung dibatasi oleh garis merah.[2] Jenis yang diperdagangkan, selain yang berwarna kekuningan, ada pula individu yang kemerahan, kehijauan dan albino. Jenis yang berwarna kehijauan, yang sebetulnya adalah gejala melanisme pada ikan sumatra, dan yang berwarna albino merupakan hasil dari pembiakan selektif dalam penangkaran untuk meningkatkan nilai jual ikan ini.
Habitat dan penyebaran
Pemeliharaan di akuarium

Ikan sumatra senang berenang bergerombol. Bila dipelihara dalam jumlah kecil, kurang dari 5 ekor, ikan ini dapat menjadi agresif dan mengganggu ikan-ikan yang lain. Ikan-ikan yang lemah dan kurang gesit dapat menjadi sangat menderita akibat gigitan ikan sumatra yang dominan, yang terutama akan menyerang sirip-siripnya. Dalam kelompok yang besar, agresivitas ikan ini dapat terkendalikan.[2]
Tangkas dan berenang cepat, ikan sumatra dapat dipelihara bercampur dengan ikan-ikan yang sama gesitnya seperti ikan-ikan platis, kerabat lele, atau kerabat ikan macan (Chromobotia macracanthus). Sebaiknya akuarium diisi pula dengan tumbuh-tumbuhan air sebagai tempatnya bermain-main. Ikan sumatra bersifat omnivora, dapat diberi makanan kering (buatan) atau mangsa hidup seperti cacing, kutu air atau jentik-jentik nyamuk.
Ikan ini dapat dibiakkan di dalam akuarium. Ikan sumatra betina mengeluarkan antara 150–200 butir sekali bertelur, yang disebarkan di antara tumbuh-tumbuhan air. Telur akan menetas setelah 24 jam, dan anak-anak ikan mulai terlihat aktif setelah 3 hari. Sebagai pakan anak ikan pada minggu-minggu pertama dapat digunakan udang renik.
Jenis yang berkerabat[sunting | sunting sumber]

Status taksonomi jenis ini belum mantap dan masih panjang perdebatan mengenainya. Pada 1855 Pieter Bleeker, ahli ikan bangsa Jerman yang bekerja di Hindia Belkamu ketika itu, pertama kali mendeskripsi jenis ini dengan nama Capoëta tetrazona. Akan tetapi pada 1857, Bleeker menggunakan lagi nama-spesifik (specific epithet) yang sama untuk menamai jenis yang lain, yang berkerabat namun tidak begitu mirip, yakni dengan Barbus tetrazona (kini ikan ini dikenal sebagai Puntius rhomboocellatus[1][5]). Sementara itu, untuk menambah keruwetan, pada 1860 Bleeker mengubah nama-spesifik ikan sumatra menjadi Systomus (Capoëta) sumatranus. Baru pada akhir 1930an kekeliruan ini diperbaiki dan nama Barbus tetrazona dikembalikan bagi ikan sumatra.[6]
Jenis lain yang serupa adalah Puntius anchisporus, dengan pola pewarnaan yang amat mirip dengan ikan sumatra. Perbedaannya, P. anchisporus memiliki gurat sisi yang sempurna dan batang ekornya dikelilingi oleh 14 sisik.
oke selanjutnya saya akan membahastentang cara membudidaya ikan sumantra

Sebenarnya, ketika masih anak-anak, ia sangat ramah dan rukun hidup berdampingan dengan ikan hias jelis lain. Menginjak usia dewasa, barulah watak aslinya muncul. Tingkah polahnya tidak lagi terbatas pada kegesitan mengitari akuarium, tapi juga mulai jahil. Ikan-ikan yang ada di dekatnya habis "dicolak-colek" dengan mulutnya. Kalau kurang puas, ia akan mengejarnya sampai dekat. Akibatnya memang fatal. Semua sirip ikan yang dipelihara bersamanya bisa rombeng. Terlebih ikan hias bersirip lebar dan bergerak lamban seperti koki, manvis, dan severum. Bila tidak segera diantisipasi, sirip "si korban" tidak saja robek-robek, melainkan bisa gundul kena pangkas mulut "si jahil".

Asal mula ikan Sumatra
Dijuluki ikan Sumatra karena pertama kali ditemukan di Pulau Sumatra, tepatnya di perairan Lampung, Jambi, dan Riau. Lantaran berasal dari Sumatra, orang lantas menyebutnya ikan Sumatra atau board sumatra kata orang asing. Belakangan, baru ketahuan bahwa ia bisa juga ditemukan di Kalimantan.
Menurut Axelrod dalam "Exotic Tropical Fish", di habitat aslinya "harimau air" hidup di perairan jernih, dengan pH 6,6-6,7 dan temperatur 23-27 derajat celcius. Makanan alaminya jasad renik (zooplankton) dan unsur tumbuh-tumbuhan (phytoplankton). Varietasnya ada 4 dengan bentuk tubuh yang sama hanya berbeda pada warna tubuh dan sirip.
Paling populer adalah yang berwarna kuning keperakan, berhiaskan empat buah garis hitam kelam. Mulutnya kemerahan, sirip punggung hitam bertepi merah, sirip ekor bersisi merah bening, dan sirip perutnya berwarna oranye.


Di habitat asalnya, Sumatra, dapat mencapai panjang 8 cm, sedangkan yang terdapat di akuarium-akuarium pedagang ikan hias, ukuran terpanjangnya paling banter hanya 6 cm, dan rata-rata 5 cm. Walau demikian, pada ukuran ini pun ia sudah dapat dijadikan induk yang cukup memadai.


Memijahkan


Terus terang, memijahkan ikan Sumatra merupakan pekerjaan enteng asal kita sudah tahu persis kebiasaan-kebiasaan ikan ini ketika memijah. Pertama-tama, curahkan perhatian sejak memilih induk, menyiapkan tempat memijah, sampai ke merawat larva. Hasilnya tak mengecewakan.
Karena ikan Sumatra punya kebiasaan menempelkan telur pada akar tanaman air, sediakanlah eceng gondok yang memiliki perakaran rimbun. Sebelum digunakan, akar dan daun eceng gondok dicuci dengan air bersih, lalu rendamlah dalam larutan PK (Kalium Permanganat) dengan dosis 1 gr PK/10 liter air, selama 15-30 menit.
Ikan Sumatra siap dicalonkan jadi induk bila usianya sudah dewasa atau ukuran tubuhnya sekira 5 cm. Sebenarnya, tak ada tkamu yang khas tentang kematangan kelamin, kecuali usia. Jenis jantan bisa ditkamui dari warna siripnya yang lebih gelap, sedangkan betina agak cerah. Tkamu lain, pada yang jantan dapat dilihat juga dari bentuk tubuhnya yang lebih lebar dan berwarna cerah, sedangkan betina sebaliknya.
Kemudian, pasangan calon "orang tua ikan" ini diasingkan sementara di tempat khusus, sambil "disuguhi" makanan bermutu/kaya protein, seperti jentik nyamuk atau kutu air. Setelah dua minggu di tempat pengasingan, pasangan tadi siap diceburkan ke tempat pemijahan. Khusus di akuarium, hanya bisa dipijahkan sepasang ikan Sumatra. Sementara dalam bak semen berukuran lebar, bisa dipijahkan hingga 20 pasang sekaligus. Sebelum ikan dipindahkan, tempat pemijahan diisi air jernih yang sudah diendapkan. Menyusul kemudian eceng gondok sebanyak 3-5 tanaman untuk akuarium dan kurang lebih 1/3 luas permukaan bak eceng gondok untuk pemijahan dalam bak.
Masukkan pasangan-pasangan "pengantin" tadi, menyusul makanan seperti ketika masih dalam bak penampungan. Saksikan saja. Malam harinya, mereka mulai kejar-kejaran, sampai akhirnya berpasangan menuju tempat yang telah disepakati, yakni di rerimbunan akar eceng gondok.
Di sini si jantan membelitkan tubuhnya sambil menukik kurang lebih 45 derajat ke tubuh betina. Si betina yang sudah tahu maunya si jantan, segera melepas telurnya. Dan, dengan sigap si jantan segera membuahinya. Telur yang sudah di-"proses" secara otomatis menempel pada akar eceng gondok.


Ada kebiasaan jelek induk ikan Sumatra, yakni tidak bertanggungjawab dan enggan merawat telur maupun anaknya. Dan, rupanya pepatah "sejahat-jahat harimau takkan pernah memakan anaknya sendiri", tak berlaku bagi harimau air ini.
Pasalnya, ia tega menelan calon-calon bayinya sendiri. Oleh karena itu, bila memungkinkan, begitu selesai pemijahan, secepat mungkin si induk diungsikan agar tidak sempat melahap telur-telurnya. Telur yang berjumlah sekira 300 butir itu akan mengeras dengan sendirinya setelah 56 jam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar